Written by Sugianto |
Dosen Fakultas Ekonomi dan Bisnis UIN Syarif Hidayatullah Jakarta, Pengurus Pusat Ikatan Ahli Ekonomi Islam
Seiring dengan perkembangan lembaga-lembaga keuangan syariah,
terutama perbankan syariah di Tanah Air, koperasi yang dikelola secara
syariah juga mulai bermunculan di berbagai daerah. Di antara
lembaga-lembaga keuangan syariah yang mengalami perkembangan cukup pesat
adalah perbankan syariah, yang tumbuh sekitar 40 persen per tahun
dengan total aset yang sudah mencapai sekitar Rp 140 triliun atau
sekitar empat persen dari total aset perbankan nasional.
Perkembangan perbankan syariah yang pesat tersebut tentunya juga akan
berdampak pada perkembangan lembaga-lembaga keuangan lainnya seperti
koperasi syariah. Apalagi, perbankan syariah kini didukung dengan gairah
keagamaan di Indonesia yang mengalami tren kenaikan sehingga berdampak
pada melonjaknya demand terhadap produk dan layanan yang bernuansa
syariah.
Apalagi saat ini, sistem kapitalisme yang menjadi kebanggaan sistem
ekonomi global tengah terseok-seok lantaran virus krisis-keuangan dan
ekonomi yang secara terus-menerus menggerogotinya. Akibatnya,
kapitalisme dan liberalisme sebagai mainstream sistem ekonomi global
mulai hilang kredibilitasnya. Sementara, perekonomian yang dibangun di
atas fondasi kebersamaan dan kerakyatan, seperti koperasi dan UMKM,
justru tampil gagah dan kuat dalam menghadapi krisis ekonomi global.
Secara teologis, keberadaan koperasi syariah didasarkan pada surah
al-Maidah Ayat 2, yang menganjurkan untuk saling tolong-menolong dalam
kebaikan dan melarang sebaliknya. Koperasi syariah mengandung dua unsur
di dalamnya, yakni ta aurun (tolong-menolong) dan syirkah (kerja sama).
Dengan demikian, koperasi syariah biasa disebut syirkatu at-tauniyyah,
yaitu suatu bentuk kerja sama tolong-menolong antarsesama anggota untuk
meningkatkan kesejahteraan bersama.
Dari segi legalitas, koperasi syariah belum tercantum dalam UU No
25/1992 tentang Perkoperasian. Untuk sementara, keberadaan koperasi
syariah saat ini didasarkan pada Keputusan Menteri (Kepmen) Koperasi dan
UKM Republik Indonesia No 91/Kep/M.KUKM/IX/2004 tanggal 10 September
2004 tentang Petunjuk Pelaksanaan Kegiatan Usaha Koperasi Jasa Keuangan
Syariah (KJKS). Kemudian, selanjutnya diterbitkan instrumen pedoman
standar operasional manajemen KJKS/UJKS Koperasi, pedoman penilaian
kesehatan KJKS/UJKS koperasi, dan pedoman pengawasan KJKS/ UJKS
koperasi.
Koperasi Jasa Keuangan Syariah atau biasa disebut KJKS adalah
koperasi yang bergerak di bidang pembiayaan, investasi, dan simpanan
dengan pola syariah. Sementara, Unit Jasa Keuangan Syariah (UJKS)
Koperasi adalah unit usaha dalam koperasi yang kegiatannya bergerak di
bidang pembiayaan, investasi, dan simpanan dengan pola syariah. UJKS
koperasi biasa juga dianggap sebagai koperasi , konvensional yang
menawarkan produk dan layanan dengan pola syariah.
Seiring dengan bermunculannya koperasi syariah, tentunya diharapkan
ada payung hukum yang menaunginya berupa UU koperasi syariah tersendiri,
seperti pada UU Perbankan Syariah. Kalaupun belum bisa dengan UU
tersendiri, setidaknya dilakukan revisi terhadap UU Perkoperasian yang
ada dengan mengakomodasi keberadaan koperasi syariah. Kehadiran UU ini
secara otomatis akan mempercepat pertumbuhan koperasi syariah
sebagaimana yang telah terjadi pada perbankan syariah.
Beberapa koperasi syariah yang tergabung dalam KJKS/UJKS yang ada
saat ini adalah hasil konversi dari Baitul Mal dan wa Tamwil (BMT) yang
juga saat ini belum memiliki payung hukum. Adapun jumlah KJKS/UJKS
koperasi per April 2012 adalah sekitar 4.117 unit dengan jumlah anggota
sekitar 762 ribu anggota dan total asetnya mencapai Rp 5 triliun-Rp 8
triliun. Jumlah ini akan semakin bertambah pada masa mendatang seiring
dengan perkembangan industri keuangan yang berbasis syariah akhir-akhir
ini.
Strategi yang bisa dilakukan untuk mempercepat perkembangan koperasi
syariah ataupun lembaga mikro syariah lainnya adalah melalui program
linkage program dengan lembaga perbankan syariah.Bank-bank syariah bisa
menyalurkan pembiayaan mikronya lewat KJKS ataupun BMT yang jaringannya
tersebar di seluruh Indonesia. Hal ini akan menghindarkan terjadinya
perebutan pasar antara perbankan dan lembaga keuangan mikro syariah yang
selama ini sudah menggarap sektor mikro dan menengah.
Program sinergi lembaga keuangan syariah ini akan mengoneksikan
jaringan bank dan lembaga keuangan mikro sehingga akan mendorong
terjadinya transfer manajemen dan teknologi di antara lembaga keuangan
syariah. Misalnya, jaringan BMT yang ada saat ini hampir mencapai 5
000-an unit dengan jumlah cabang 22 ribu. Jika saja setiap desa yang
kini berjumlah 78.124 memiliki BMT, ini akan mempermudah perbankan
melalu BMT mengakses desa-desa yang ada.
Koperasi syariah dan lembaga mikro keuangan syariah lainnya dapat
pula menggunakan jaringan masjid yang berjumlah 800 ribu. Ini akan
menjadi jaringan yang besar dalam mengakses permodalan dan pembiayaan.
Pemberdayaan umat melalui maksimalisasi peran koperasi dan lembaga
keuangan syariah berdampak pada peningkatan jumlah wirausaha-wirausaha
baru yang berasal dari pelosok desa di negeri ini. Jumlah pengusaha dari
total penduduk Indonesia sudah di kisaran 1,5 persen, tumbuh pesat yang
sebelumnya hanya sekitar 0,24 persen. Ini tidak terlepas dari
kontribusi sektor koperasi dan UMKM. Sudah saatnya perekonomian negeri
ini dibangun berdasarkan semangat kerakyatan, seperti koperasi yang
memiliki imunitas kuat terhadap guncangan krisis keuangan dan ekonomi.
AM RAMA Sumber: Republika |
Wednesday, 21 January 2015
Denyut Koperasi Syariah
Subscribe to:
Post Comments (Atom)
No comments:
Post a Comment